-->

Header Menu

HARIAN 60 MENIT | BAROMETER JAWA BARAT
Cari Berita

60Menit.co.id

Advertisement


Ketum DPP KPPPI " Wujud Keadilan Politik Calon Perseorangan Mestinya Terakomodir di Pilpres 2019

60menit.com
Jumat, 19 Januari 2018

BANGKA BELITUNG, 60MENIT.COM  - ORMAS KPPPI (Korps Pejuang Pemuda Pemudi Indonesia) menilai bahwa calon perseorangan layak diperjuangkan, dalam perhelatan demokrasi selevel Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) Tahun 2019 mendatang.

Pasalnya, bisa dikatakan telah terjadi ketidakadilan politik bagi Warga Negara, dimana Pemilu Kepala Daerah (Pilkada)  telah mengakomodir calon perseorangan, sedangkan dalam Pilpres sendiri, selama ini telah meniadakan pengusungan calon perseorangan.

Padahal, jika mengacu pada banyak literatur yang ada, maka pengertian dari Calon Independen atau Calon Perseorangan ini, seringkali dikenal dalam pemilihan Umum kepala daerah (pemilu kada), dimana artiannya adalah, seseorang yang mencalonkan diri untuk menduduki jabatan politik, tanpa ada dukungan dari partai politik.

Demikian juga, calon perseorangan ini dapat dijelaskan dalam arti lain, yaitu seseorang yang mencalonkan diri sebagai wakil rakyat dengan dasar niat atau tekat sendiri, tanpa melalui partai politik (parpol).

Meski demikian, jika mencalonkan diri dari calon perseorangan, maka tentunya harus memenuhi segala unsur atau syarat, yang ditetapkan oleh Undang-Undang (UU).

"Menurut kami, jika mengacu pada kebutuhan dan keadilan politik, maka calon independen dalam pilpres nanti, sangat dibutuhkan oleh sebagian masyarakat. Sebab nantinya, calon independen ini bisa membuktikan, seberapa kuatkah kepercayaan masyarakat terhadap calon yang di usung partai politik. Kalau nantinya, adanya capres dan cawapres perseorangan, lalu ternyata tidak mendapat dukungan masyarakat? maka saat itu lah bisa diukur atas seberapa kuat calon yang diusung oleh parpol," jelas Ketua Umum (Ketum) DPP KPPPI, Hasniati SH, MH, didampingi Sekjen DPP KPPPI, Doli Yatim, kepada wartawan Tabloid Koran Forum (www.koranforum.com), Jumat (19/1/2018).

Dikatakan Hasniati, Ormas KPPPI  yang dipimpinnya, bakal berjuang untuk bisa mengusulkan sejumlah nama Tokoh Nasional, agar nantinya bisa ikut maju sebagai pasangan capres-cawapres dari calon perseorangan, namun tentunya lebih dulu harus melalui perjuangan yang berat dan panjang, terutama melakukan revisi atas undang-undang tentang pilpres.

"Misalkan nama mantan Panglima TNI, Jendral Gatot Nurmantiyo, mantan Menkumham Profesor Yusril Ihza Mahendra dan Profesor Machfud MD, Gubernur Yogyakarta saat ini, serta sejumlah Tokoh Nasional lainnya, kami nilai sangat layak untuk diusung sebagai capres atau cawapres dari calon perseorangan pada pilpres 2019 mendatang, sehingga tak harus bergantung dengan dukungan dari parpol," ucap Hasniati, yang kesehariannya juga berkiprah sebagai aktifis hukum dan sosial.

Namun sayangnya, menurut Hasniati, Pemerintah kurang memperhatikan aspirasi rakyat ini. Padahal, rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi di Republik Indonesia ini.

Sebab,  kedaulatan tertinggi ditangan rakyat ini, telah dijamin dalam Pasal 1 Ayat 2 UUD 1945.

"Jadi mengacu pada aturan yang termuat dalam UUD 1945 itu, maka calon perseorangan itu sah. Karena rakyat yang berdaulat, bukan parpol," tegas Hasniati, aktifis wanita yang memiliki kepedulian terhadap rakyat kecil ini.

Dijelaskannya, untuk pilkada ada UU yang mengatur, yaitu UU tentang pilkada. Namun ketika berbicara pilpres, sampai hari ini pun, belum pernah ada capres dan cawapres yang maju dari jalur independen. Bahkan, keinginan dari sebagian masyarakat untuk merealisasikan adanya calon independen pada pilpres, selalu kandas. Meskipun ada yang pernah mengajukan Juficial Review tentang masalah ini ke Mahkamah Konstitusi (MK), tapi MK belum mengabulkannya.

Informasinya, saat itu MK menolak dengan dalil, bahwa pada Pasal 6A Ayat 2 UUD 1945, menyatakan, untuk pasangan calon presiden dan cawapres, harus diusulkan dari partai politik, atau gabungan parpol peserta pemilu.

"Harusnya kan bisa diupayakan adanya capres dan cawapres dari jalur independen, meskipun harus merevisi Undang-Undang atau amandemen UUD 1945. Sebab, ini kan namanya tidak adil. Pilkada saja ada calon dari jalur independen, tapi kenapa pilpres tidak ada? lalu mana yang dikatakan demokrasi itu?" tanya Hasniati.

Dalam hal ini, Hasniati mengungkapkan keheranannya. Sebab, Kalau pilkada bisa mengakomodir jalur independen dan ada aturannya, serta disetujui MK. Namun ketika bicara tentang calon independen atau perseorangan untuk pilpres, sampai saat ini belum ada aturan dan realisasinya.

"Padahal, Pasal 26 Ayat 1 Huruf d, menyebutkan, bahwa partai politik melakukan rekrutmen terhadap Warga Negara Indonesia, untuk menjadi (d) bakal calon presiden dan wakil presiden. Nah, pasal ini jelas menutup peluang Warga Negara Indonesia, untuk maju mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden dari Jalur Independen," pungkasnya.  (jon)