-->

Header Menu

HARIAN 60 MENIT | BAROMETER JAWA BARAT
Cari Berita

60Menit.co.id

Advertisement


MENUAI MIMPI DI KEAJAIBAN PILKADA 2018

60menit.com
Senin, 05 Februari 2018



Oleh : Zhovena

BANDUNG, 60MENIT.COM - Menyongsong tahun politik dipilkada 2018 yaitu Pilwalkot maupun Pilgub, kini iklim politik sudah mulai tercium memanas terbukti dari beberapa masyarakat yang sudah mulai tanya menanya satu sama lainnya mana yang akan dipilih, sehingga hasil pilihannya tidak salah yaitu seorang figur pimpinan yang betul mengabdi kepada masyarakatnya demi kemajuan bangsa dan negara khususnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Untuk mencapai tujuan diatas maka pemimpin harus mempunya sifat dasar : Bertanggung jawab, Berorientasi pada sasaran, Tegas, Cakap, Bertumbuh, Memberi Teladan, Dapat membangkitkan semangat, Jujur, Setia, Murah hati, Rendah hati, Efisien, Memperhatikan, Mampu berkomunikasi, Dapat mempersatukan, serta Dapat mengajak, juga menurut agama syarat sebagai pemimpin itu harus SIDDIQ artinya jujur, benar, berintegritas tinggi dan terjaga dari kesalahan, FATHONAH artinya jerdas, memiliki intelektualitas tinggi dan professional, AMANAH artinya dapat dipercaya, memiliki legitimasi dan akuntabel, TABLIGH artinya senantiasa menyammpaikan risalah kebenaran, tidak pernah menyembunyikan apa yang wajib disampaikan dan komunikatif, pertanyaannya adalah apakah ke 3 (tiga) calon pemimpin di kota bandung dan 4 (empat) Cagub Jabar ini sudah memiliki syarat tersebut?

Masyarakat sudah mendengar istilah SEMBILAN NAGA, yaitu suatu paham luar negri yang diterapkan di NKRI oleh warga negaranya sebagai pendatang di NKRI kemudian ia mengadakan pergerakan dan membantu membiayai pendanaan buat para calon dipilkada, sehingga figur pemimpin terpilih akan membalas jasanya, maka secara tidak maupun merasa bahwa pemimpin tersebut sedang berpihak pada masyarakat non pribumi dengan memfasilitasi kapasitas bisnisnya padahal mereka ingin menguasai Perekonomian Indonesia semata, dengan membawa misi memindahkan hak rakyat menguasai aktifitas perdagangan maupun aset negara, sehingga kekuasaan harta dan aset negara yang kini sudah dimiliki grup mereka bahkan konon katanya aset mereka itu sudah lebih banyak dari pata aset masyarakat pribumi hingga 80% maka muncul sebutan dari para cendikiawan bangsa bahwa Indonesia saat ini sedang dijajah perekonomiannya.   

Pilwalkot Bandung waktunya bersamaan dengan pilgub Jabar yaitu tanggal 27 Juni 2018 adalah bukan waktu yang lama sebetulnya, terbukti ada beberapa masyarakat yang masih menanti kabar berita dari partai sebagai mesin penggerak pemenangan  yang membuat simpatik masyarakat atas para calon yang diusungnya, walaupun belum waktunya masa kampanye yang syah seharusnya dari mesin penggerak tersebut harus sudah menampakan pergerakan dengan sikap budaya kearifan sehingga bisa menggaet simpatik masyarakat.

Dari 3 (tiga) calon terjaring oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bandung dan 4 (empat) calon di di KPU Provinsi Jabar, masing masing calon adalah layak syarat dan mumpuni, mereka memiliki kharisma di mata masyarakat kota bandung dan Jawa barat, maka dengan itu tinggal memberikan kesan dan pesan yang baik dari masyarakat terutama buat para mesin penggerak pemenangan (yaitu partai pengusungnya) harus sudah mulai bergerak beroperasi dengan tindakan yang santun dan bisa memberikan warna positip pada tiap masyarakat  demi tercapainya tujuan pemenangan.

Ketika saya (penulis) bertanya pada salah satu tokoh masyarakat kota bandung yang tahu, kenal dan mengerti pada karakter para calon ini, beliaupun memberikan opsi yang bagus pada semuanya, namun jelas ada kurang dan lebihnya “ yaa manusiawi lah semua orang itu ada kurang dan lebihnya, hanya saja untuk jadi pemimpin sebenarnya susah diterka, namun garisan tangan yang akan menentukan, semuanya sudah ada jatah dan takdir masing masing dari sang pencipta”. tandasnya.

Hanya pada calon yang sudah tenar dan beken di kota bandung, bahwa dia harus “ Kudu daek cape` , Naktak mundak, Upahan ku shodaqoh “, sebagai tebusan buat dia dari segala keadigungannya selama mengemban wewenang selama ini karena yag mungkin hal ini tidak terasa olehnya, kalau dikaji dari simpatik masyarakat dia itu kurang, walaupun banyak yang ngabring dan banyak pengikutnya mereka itu hanya menitipkan isi perut semata, soalnya eksen ke masyarakat kurang tampak hanya berbentuk pencitraan belaka, sehingga daya tarik dia itu tidak menambah pengaruh pada orang banyak, sedangkan pungsi mesin partai sebagai penggerak pemenangan harus bisa memiliki daya tarik ke masyarakat, dan inilah yang menjadi kunci pemenangan, maka hanya pada calon itu sendiri yang harus bisa memiliki daya tarik kepada masyarakat karena walaupun banyak partai yang mengusung ini bukan jaminan sebagai pemenang hanya keajaibanlah yang membuat dia jadi pemenang di pilwalkot bandung tahun 2018 ini. “Pungkasnya”

Terlihat pada calon walkot, ada yang bersikap terlalu digjaya walaupun belum jadi walikota maka hal ini akan menjadi bumerang terhadapnya, maka tim sukses yang benar adalah selain berkampanye maka dia pun harus bisa mengingatkan pula, apalagi dari beberapa teman dekat sebagai anak buahnya yang pernah kena marah dan bisa merasakan ketidak enakan sikapnya maka ini lebih berbahaya buat calon tersebut jelas harus ada orang yang mau menasehatinya, maka betul bahwa istilah sunda yang berbunyi Kudu daek cape` , Naktak mundak, Upahan ku shodaqoh inilah yang harus ia lakukan, jangan terlalu berharap pada keajaiban semata hal ini hanya Tuhan yang maha tahu.

Ada salahsatu calon yang tersorot rapih dalam bersikap di kota bandung ini dan apik dalam kinerjanya menuai simpatik dan berkarisma pada lapisan masyarakat, hal inilah sebagai kecerdikan calon tersebut akan terangkat dan terpilih hanya pula tinggal penguatan dari mesin penggerak yaitu partai pengusung yang ahrus secara apik berkampanye jangan sampai menjatuhkan calon yang diusung, hal apapun akan selalu berubah pada hitungan detik sehingga dari para pihak harus berhati hati dan menjaga diri dari sikap kecerobohan apalagi ahlak, pengamanan kotak suara dan pengawalannya.

Pilgub Jabar sama halnya dengan pilwalkot bandung, yaitu dari 4 (empat) calon terjaring KPU Jabar dan semuanya mengumbar keberanian dan melakukan hal yang terbaik buat wilayahnya, dua calon yang sudah terlihat kinerjanya bahkan dia merasa sukses dalam kepemimpinannya, pertanyaannya adalah apakah betul masyarakat merasakan dengan prestasinya itu?

Budaya yang kini sudah berubah di tatar sunda, dulu masyarakat jawa barat yang terlihat hijau, bersih, sejuk dan indah dirasa karena mereka itu menjaga dan menghormati budaya sunda, tapi kini jawa barat tiap kotanya sudah terasa panas dan penat dengan pembnagunan infra struktur dengan dalih pengembangan wilayah yang menyesuaikan kemajuan kota untuk menuju “ SMART CITTY” tetapi hal ini tidak mengindahkan budaya sunda yang sebenarnya, hanya pemerintah memperhatikan keseniannya saja sehingga biaya begitu besar hanya untuk mengembangkan seni sunda dengan memberikan judul seni budaya sunda, padahal kalau kita rasakan ini hanya keseniannya saja, sedangkan pemaknaan BUDAYA tidak pernah pemerintah menyinggungnya.

Jangan salah artikan Makna Budaya, karena budaya itu mencakup agama dan prilaku masyarakat sehari hari, dari mulai pagi bangun tidur terus beraktifitas hingga malam tidur lagi, bayangkan budaya sunda yang diterapkan orang tua dulu beliau ketika bangun pagi dari tidurnya langsung berdoa untuk perlindungan dan kabaikan pada negara dan masyarakatnya dan beraktifitas/ berprilkau menyerupai dari doanya itu maka dari tuntunan ini akan terhindar dari orang orang yang jahat, kotornya lingkungan dan banjir dimana mana yang mengakibatkan terganggunya pertumbuhan ekonomi masyarakat, ini yang namanya budaya.

Kita perhatikan dengan kemajuan jaman sekarang di jawa barat, dengan dibukanya diskotik, karaoke, perjudian dan sarana hiburan lainnya, dengan hal ini memang ada pengurangan tenaga kerja namun lebih terasa lagi efek dari semuanya ini, masyarakat terasa bebas seolah difasilitasi pemerintah untuk berbuat kemaksiatan, sehingga akan menuntun pada ahlak sehari hari yang medern budaya luar dan ini spontan akan menyebar langsung pada tiap anak muda dan orang tua, makanya dengan perbaikan ahlak yang perlu dikembangkan terus menerus oleh tiap pimpinan yang serius dengan pendidikan dan seminar walaupun memerlukan biaya yang banyak, pemerintah tidak akan merugi dengan penguatan mental yang berahlak sundanisme hingga akan mengangkat harkat, deraja dan martabat bangsa. 

Jangan bangga dengan menyandang gelar Kota yang “Smart citty” tetapi instalasi kabel yang semerawut acak acakan, mentereng bangunan tinggi yang tidak sesuai dengan IMB nya, bahkan IMB nya belum terbit tetapi bangunan sudah jadi, pembukaan lahan baru untuk pembangunan rumah dan sarana bisnis sehingga mengakibatkan tersendatnya aerasi tanah dan tersumbatnya sirkulasi air,  pembangunan beberapa RTH di tiap pelosok kota tapi pemeliharaannya terbengkalay, bahkan pot bunga digantung di pepohonan, dijembatan dibuat dudukan pot bunga untuk digantungkan dengan mendapatkan siraman hanya menunggu hujan belaka dan lain sebagainya, bukannya menambah keindahan  tapi ini mencerminkan pada pimpinannya seolah BERSOLEK TERLALU MENOR, inilah budaya yang berkembang sekarang di jawa barat dengan program pemerintah yang tidak diperhitungkan.

Semoga siapaun yang terpilih jadi pimpinan dijaman sekarang adalah pimpinan yang diridoi Tuhan YME, sehingga dapat memberikan hkhasanah yang langsung dirasakan masyarakat, dengan kehidupan nyaman, aman dan tentram.