Oleh : Zhovena |
BANDUNG, 60MENIT.COM - Menyongsong tahun
politik dipilkada 2018 yaitu Pilwalkot maupun Pilgub, kini iklim politik sudah
mulai tercium memanas terbukti dari beberapa masyarakat yang sudah mulai tanya
menanya satu sama lainnya mana yang akan dipilih, sehingga hasil pilihannya
tidak salah yaitu seorang figur pimpinan yang betul mengabdi kepada
masyarakatnya demi kemajuan bangsa dan negara khususnya Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Untuk mencapai tujuan
diatas maka pemimpin harus mempunya sifat dasar : Bertanggung jawab,
Berorientasi pada sasaran, Tegas, Cakap, Bertumbuh, Memberi Teladan, Dapat
membangkitkan semangat, Jujur, Setia, Murah hati, Rendah hati, Efisien,
Memperhatikan, Mampu berkomunikasi, Dapat mempersatukan, serta Dapat mengajak,
juga menurut agama syarat sebagai pemimpin itu harus SIDDIQ artinya jujur,
benar, berintegritas tinggi dan terjaga dari kesalahan, FATHONAH artinya
jerdas, memiliki intelektualitas tinggi dan professional, AMANAH artinya dapat
dipercaya, memiliki legitimasi dan akuntabel, TABLIGH artinya senantiasa
menyammpaikan risalah kebenaran, tidak pernah menyembunyikan apa yang wajib
disampaikan dan komunikatif, pertanyaannya adalah apakah ke 3 (tiga) calon
pemimpin di kota bandung dan 4 (empat) Cagub Jabar ini sudah memiliki syarat
tersebut?
Masyarakat sudah
mendengar istilah SEMBILAN NAGA, yaitu suatu paham luar negri yang diterapkan
di NKRI oleh warga negaranya sebagai pendatang di NKRI kemudian ia mengadakan
pergerakan dan membantu membiayai pendanaan buat para calon dipilkada, sehingga
figur pemimpin terpilih akan membalas jasanya, maka secara tidak maupun merasa
bahwa pemimpin tersebut sedang berpihak pada masyarakat non pribumi dengan memfasilitasi
kapasitas bisnisnya padahal mereka ingin menguasai Perekonomian Indonesia
semata, dengan membawa misi memindahkan hak rakyat menguasai aktifitas perdagangan
maupun aset negara, sehingga kekuasaan harta dan aset negara yang kini sudah
dimiliki grup mereka bahkan konon katanya aset mereka itu sudah lebih banyak
dari pata aset masyarakat pribumi hingga 80% maka muncul sebutan dari para
cendikiawan bangsa bahwa Indonesia saat ini sedang dijajah perekonomiannya.
Pilwalkot Bandung
waktunya bersamaan dengan pilgub Jabar yaitu tanggal 27 Juni 2018 adalah bukan waktu
yang lama sebetulnya, terbukti ada beberapa masyarakat yang masih menanti kabar
berita dari partai sebagai mesin penggerak pemenangan yang membuat simpatik masyarakat atas para
calon yang diusungnya, walaupun belum waktunya masa kampanye yang syah
seharusnya dari mesin penggerak tersebut harus sudah menampakan pergerakan
dengan sikap budaya kearifan sehingga bisa menggaet simpatik masyarakat.
Dari 3 (tiga) calon terjaring
oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bandung dan 4 (empat) calon di di KPU
Provinsi Jabar, masing masing calon adalah layak syarat dan mumpuni, mereka
memiliki kharisma di mata masyarakat kota bandung dan Jawa barat, maka dengan
itu tinggal memberikan kesan dan pesan yang baik dari masyarakat terutama buat
para mesin penggerak pemenangan (yaitu partai pengusungnya) harus sudah mulai
bergerak beroperasi dengan tindakan yang santun dan bisa memberikan warna
positip pada tiap masyarakat demi tercapainya
tujuan pemenangan.
Ketika saya (penulis)
bertanya pada salah satu tokoh masyarakat kota bandung yang tahu, kenal dan
mengerti pada karakter para calon ini, beliaupun memberikan opsi yang bagus
pada semuanya, namun jelas ada kurang dan lebihnya “ yaa manusiawi lah semua
orang itu ada kurang dan lebihnya, hanya saja untuk jadi pemimpin sebenarnya
susah diterka, namun garisan tangan yang akan menentukan, semuanya sudah ada
jatah dan takdir masing masing dari sang pencipta”. tandasnya.
Hanya pada calon yang
sudah tenar dan beken di kota bandung, bahwa dia harus “ Kudu daek cape` ,
Naktak mundak, Upahan ku shodaqoh “, sebagai tebusan buat dia dari segala
keadigungannya selama mengemban wewenang selama ini karena yag mungkin hal ini
tidak terasa olehnya, kalau dikaji dari simpatik masyarakat dia itu kurang,
walaupun banyak yang ngabring dan banyak pengikutnya mereka itu hanya
menitipkan isi perut semata, soalnya eksen ke masyarakat kurang tampak hanya
berbentuk pencitraan belaka, sehingga daya tarik dia itu tidak menambah
pengaruh pada orang banyak, sedangkan pungsi mesin partai sebagai penggerak
pemenangan harus bisa memiliki daya tarik ke masyarakat, dan inilah yang
menjadi kunci pemenangan, maka hanya pada calon itu sendiri yang harus bisa
memiliki daya tarik kepada masyarakat karena walaupun banyak partai yang
mengusung ini bukan jaminan sebagai pemenang hanya keajaibanlah yang membuat
dia jadi pemenang di pilwalkot bandung tahun 2018 ini. “Pungkasnya”
Terlihat pada calon
walkot, ada yang bersikap terlalu digjaya walaupun belum jadi walikota maka hal
ini akan menjadi bumerang terhadapnya, maka tim sukses yang benar adalah selain
berkampanye maka dia pun harus bisa mengingatkan pula, apalagi dari beberapa
teman dekat sebagai anak buahnya yang pernah kena marah dan bisa merasakan
ketidak enakan sikapnya maka ini lebih berbahaya buat calon tersebut jelas
harus ada orang yang mau menasehatinya, maka betul bahwa istilah sunda yang
berbunyi Kudu daek cape` , Naktak mundak, Upahan ku shodaqoh inilah yang harus ia lakukan, jangan
terlalu berharap pada keajaiban semata hal ini hanya Tuhan yang maha tahu.
Ada salahsatu calon
yang tersorot rapih dalam bersikap di kota bandung ini dan apik dalam
kinerjanya menuai simpatik dan berkarisma pada lapisan masyarakat, hal inilah
sebagai kecerdikan calon tersebut akan terangkat dan terpilih hanya pula tinggal
penguatan dari mesin penggerak yaitu partai pengusung yang ahrus secara apik
berkampanye jangan sampai menjatuhkan calon yang diusung, hal apapun akan
selalu berubah pada hitungan detik sehingga dari para pihak harus berhati hati
dan menjaga diri dari sikap kecerobohan apalagi ahlak, pengamanan kotak suara
dan pengawalannya.
Pilgub Jabar sama
halnya dengan pilwalkot bandung, yaitu dari 4 (empat) calon terjaring KPU Jabar
dan semuanya mengumbar keberanian dan melakukan hal yang terbaik buat
wilayahnya, dua calon yang sudah terlihat kinerjanya bahkan dia merasa sukses
dalam kepemimpinannya, pertanyaannya adalah apakah betul masyarakat merasakan
dengan prestasinya itu?
Budaya yang kini sudah
berubah di tatar sunda, dulu masyarakat jawa barat yang terlihat hijau, bersih,
sejuk dan indah dirasa karena mereka itu menjaga dan menghormati budaya sunda, tapi
kini jawa barat tiap kotanya sudah terasa panas dan penat dengan pembnagunan
infra struktur dengan dalih pengembangan wilayah yang menyesuaikan kemajuan
kota untuk menuju “ SMART CITTY” tetapi hal ini tidak mengindahkan budaya sunda
yang sebenarnya, hanya pemerintah memperhatikan keseniannya saja sehingga biaya
begitu besar hanya untuk mengembangkan seni sunda dengan memberikan judul seni
budaya sunda, padahal kalau kita rasakan ini hanya keseniannya saja, sedangkan
pemaknaan BUDAYA tidak pernah pemerintah menyinggungnya.
Jangan salah artikan
Makna Budaya, karena budaya itu mencakup agama dan prilaku masyarakat sehari
hari, dari mulai pagi bangun tidur terus beraktifitas hingga malam tidur lagi,
bayangkan budaya sunda yang diterapkan orang tua dulu beliau ketika bangun pagi
dari tidurnya langsung berdoa untuk perlindungan dan kabaikan pada negara dan
masyarakatnya dan beraktifitas/ berprilkau menyerupai dari doanya itu maka dari
tuntunan ini akan terhindar dari orang orang yang jahat, kotornya lingkungan
dan banjir dimana mana yang mengakibatkan terganggunya pertumbuhan ekonomi masyarakat,
ini yang namanya budaya.
Kita perhatikan dengan
kemajuan jaman sekarang di jawa barat, dengan dibukanya diskotik, karaoke,
perjudian dan sarana hiburan lainnya, dengan hal ini memang ada pengurangan
tenaga kerja namun lebih terasa lagi efek dari semuanya ini, masyarakat terasa
bebas seolah difasilitasi pemerintah untuk berbuat kemaksiatan, sehingga akan
menuntun pada ahlak sehari hari yang medern budaya luar dan ini spontan akan
menyebar langsung pada tiap anak muda dan orang tua, makanya dengan perbaikan
ahlak yang perlu dikembangkan terus menerus oleh tiap pimpinan yang serius
dengan pendidikan dan seminar walaupun memerlukan biaya yang banyak, pemerintah
tidak akan merugi dengan penguatan mental yang berahlak sundanisme hingga akan
mengangkat harkat, deraja dan martabat bangsa.
Jangan bangga dengan
menyandang gelar Kota yang “Smart citty” tetapi instalasi kabel yang semerawut
acak acakan, mentereng bangunan tinggi yang tidak sesuai dengan IMB nya, bahkan
IMB nya belum terbit tetapi bangunan sudah jadi, pembukaan lahan baru untuk
pembangunan rumah dan sarana bisnis sehingga mengakibatkan tersendatnya aerasi
tanah dan tersumbatnya sirkulasi air, pembangunan beberapa RTH di tiap pelosok kota
tapi pemeliharaannya terbengkalay, bahkan pot bunga digantung di pepohonan,
dijembatan dibuat dudukan pot bunga untuk digantungkan dengan mendapatkan
siraman hanya menunggu hujan belaka dan lain sebagainya, bukannya menambah
keindahan tapi ini mencerminkan pada
pimpinannya seolah BERSOLEK TERLALU MENOR, inilah budaya yang berkembang
sekarang di jawa barat dengan program pemerintah yang tidak diperhitungkan.
Semoga siapaun yang
terpilih jadi pimpinan dijaman sekarang adalah pimpinan yang diridoi Tuhan YME,
sehingga dapat memberikan hkhasanah yang langsung dirasakan masyarakat, dengan
kehidupan nyaman, aman dan tentram.