-->

Header Menu

HARIAN 60 MENIT | BAROMETER JAWA BARAT
Cari Berita

60Menit.co.id

Advertisement


Pemerintah Lalai Mengawasi Pabrik Penghasil Limbah Merkuri

60menit.com
Minggu, 10 Juni 2018




BANDUNG, 60MENIT.COM - Minggu (10 Juni 2018) Belum lama ini Satgas Citarum menyidak Pabrik PT.MTG, yang terletak di Jl. Raya Dayeuhkolot No 341 D, Desa Citereup Kecamatan Dayeuhkolot, Kab Bandung-Jawa Barat. Pabrik tersebut berkegiatan mengolahan Emas.  Di dalam sebuah gudang ditemukan adanya tumpukan dan ceceran bahan berupa serbuk berwarna putih serta berjejeran tong pelastik berwarna biru. Di dalam area lain terlihat sebuah kolam berukuran sekitar 2 x 4m yang didalamnya terdapat genangan air berwarna putih keruh.  Bahan itu diduga adalah material air raksa ‘Merkuri’/ (Hg), sejinis bahan kimia beracun yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan hidup. 

Di dalam Pabrik tidak terlihat adanya fasilitas IPAL. Padahal, praktek kegiatannya meninggalkan jejak Limbah cair yang seharusnya dilakukan pengolahan dengan semestinya.  Dari informasi yang terhimpun di lapangan limbah cair tersebut dibuang lepas ke Aliran Sungai Citarum. 

Menyikapi temuan tersebut Koalisi Melawan Limbah, yang terdiri dari Walhi, Pawapeling, Greenpeace Indonesia, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Indonesian Water Protection (IWP) dan LBH Bandung,  menilai Pemerintah Kabupaten Bandung, dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup lalai dalam pengawasan pabrik tersebut.

“Seperti yang diketahui Merkuri dan senyawa merkuri merupakan salah satu logam berat yang bersifat toksik, persisten, bioakumulasi. Warga, yang terpapar merkuri melalui rantai makanan dan minuman akan cacat permanen dan berujung pada kematian. Sejarah kelam paparan merkuri, sebuah penyakit yang kemudian dikenal secara global sebagai Penyakit Minamata (Minamata Disease). Sebanyak 2.265 individu di kawasan teluk Minimata Jepang terserang dan dilaporkan 1.784 korban meninggal karena keracunan setelah memakan Ikan dan Kerang dari Teluk yang tercemar Merkuri.”

Hasil investigasi KML diketahui perusahaan tersebut memiliki Dokumen UKL/UPL bidang usaha ‘proses pembuatan perhiasan’. Namun, tidak memeiliki Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC) dan IPS B3. Hal tersebut tentu melanggar UU 32/2009 Ttg PPLH. Atas kejadian tersebut KML mendesak Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung, sesuai dengan kewenangannya untuk segera menindak tegas perusahaan tersebut, memberikan sanski paksaan pemerintah dan menindaklanjuti dengan tindakan hukum, baik Perdata maupun Pidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta mengevaluasi semua perizinannya di dibuka kepublik secara transparan. 

DLH selaku pemberi rekomendasi dokumen lingkungan hidup atas kegiatan/ usaha perusahaan tersebut seharusnya melakukan pengawasan secara ketat dan berkala sesuai yang dimandatkan dalam UU 32/2009 Ttg PPLH. Jika hal tersebut tidak dilakukan dan terjadi kelalain atau bahkan pembiaran maka DLH Kabupaten Bandung harus bertanggung jawab dan menerima konsekuensi hukum. (Wahyu - *)