-->

Header Menu

HARIAN 60 MENIT | BAROMETER JAWA BARAT
Cari Berita

60Menit.co.id

Advertisement


Heryawan : Negara Butuh Politisi Idealis

60menit.com
Senin, 16 Desember 2013

http://jabarprov.go.id/assets/images/berita/gambar_7880.jpg

JAKARTA - Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menegaskan kedepan perlu menghadirkan politisi idealis yang berkhidmat kepada kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Juga perlu dibangun infrastruktur politik dan perekonomian yang menjauhkan diri dari perilaku korupsi. 

Sistem pemerintahan yang baik, harus juga mulai dibangun dengan kesungguhan dan ketulusan. Karena hingga kini kelembagaan negara masih jauh lebih dan  lebih masif dalam menjalankan sebuah kebijakan.

"Kita membutuhkan generasi yang mampu menjadi kontrol sosial dalam mengawal pembangunan guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Karena berjuang melalui institusi negara dampaknya jauh lebih masif ketimbang berjuang secara sendiri-sendiri," ungkap Heryawan. 

Lebih lanjut, dinyatakannya, bahwa perjuangan melalui sistem kenegaraan harus menjadi alat atau media dalam kerangka memajukan kesejahteraan masyarakat. Dan bukan untuk menjadikan jalan memperkaya diri sendiri.

Hal demikian dinyatakan Heryawan saat menjadi pembicara "Dialog Politik Forum Komunikasi Generasi Muda Nahdhatul Ulama (FK-GMNU)", di Aula Gedung Pengurus Besar NU, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jumat (13/12) siang. Hadir sebagai pembicara dalam dialog bertema : Struktur Kuasa dan Penguatan Politik Kerakyatan, antara lain; Agnes Sri Poerbasari (Departemen Filsafat Universitas Indonesia), MH Nurul Huda (Perhimpunan Rumah Indonesia), dan Muhammad Nurrudin (Aliansi Petani Indonesia).

Hal senada diungkap Agnes yang mengingatkan bahwa institusi negara adalah lembaga yang paling tepat dalam memperjuangkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu harus ada keharmonisan antara masyarakat dengan institusi negara.  Jangan sampai ada warga yang merasa jauh dari jangkauan pemerintahan. "Jangan sampai ada warga yang tidak kenal dengan kepala desanya. Itu akan berdampak pada minimnya dukungan dalam menjalankan program pembangunan," ujarnya.

Lebih lanjut Agnes menjelaskan posisi negara harus kuat dalam kerangka makin tumbuhnya sebuah "civil society". Karenanya tidak mungkin ada "civil society" tanpa kehadiran negara. Sehinga keduanya harus tumbuh dalam keseimbangan yang saling menghormati. "Perlu ada kebersamaan dalam membangun sebuah negara dan bangsa.  Karenanya partisipasi warga dalam pembangunan sangat dibutuhkan dalam mewujudkan kesejahteraan warga," tandasnya.

Sementara Nurrudin menyatakan saat ini kondisi perpolitikan dan kekuasaan masih jauh dari keberpihakan kepada petani. Dimana petani seringkali mengalami situasi yang justru melemahkan dalam hal produktivitas dan strata perekonomiannya. "Masih maraknya penguasaan politik dan kekuasaan yang menjerat petani. Kebijakan dan keberpihakan seringkali hanya menguntungkan para pemegang kekuasaan dan pengusaha trans nasional. Bahkan pemiskinan terhadap petani dilakukan secara struktural dan oleh kekuatan internasional," tuturnya.

Sedangkan Nurul Huda menyampaikan pentingnya kembali memahami mana yang menjadi fakta dan mana yang hanya sebatas fiksi. Demikian juga mana yang menjadi sebuah keharusan dan kenyataan. Saat ini faktanya, negara merupakan lembaga yang berisi persaingan kepentingan, politik dan kekuasaan. Pemilik modal mencengkeran elit birokrasi untuk bersama menjarah negara. "Makin terlihat saat ini kondisi yang mengerikan. Dimana si kaya makin makmur dan si miskin makin terpuruk," ungkapnya.(Ly/JBR)