-->

Header Menu

HARIAN 60 MENIT | BAROMETER JAWA BARAT
Cari Berita

60Menit.co.id

Advertisement


Selamatkan Intelektual Muda dari Cengkeraman Neokolonialis-Feminis

60menit.com
Sabtu, 29 Agustus 2015

Sukseskan Kongres Mahasiswi Islam Untuk Peradaban (KMIP) 2015: Intelektual Muda, Tegakkan Khilafah! (Selamatkan Intelektual Muda dari Cengkeraman Neokolonialis-Feminis)

SELAMA berabad-abad, dunia pendidikan telah terpenjara dalam kepentingan korporasi. Ilmu tidak lagi dikembangkan sebagaimana seharusnya sebuah ilmu. Tetapi ilmu dikembangkan berdasarkan kepentingan korporasi terhadap pasar. Aspek pembiayaan pendidikan dan kepentingan dana riset menjadi alasan pembenaran hal itu. Kondisi ini terjadi, pasca hilangnya Negara Khilafah Islam. Sebuah negara yang mengatur dunia berdasarkan tatanan Syariat (hukum) Islam, sebuah negara yang sangat memperhatikan perkembangan dan kemajuan ilmu. Dan mengaplikasikan kemajuan ilmu dalam tatanan bermasyarakat, sehingga ilmu benar-benar membawa kebaikan bagi semua umat manusia.

Pasca hilangnya peradaban Islam, dunia Islam (termasuk Indonesia) semakin terjerat dalam penjajahan kolonial Barat. Kesengsaraan dan ketidakadilan yang terjadi akibat neokolonialisme  seharusnya sangat mudah disadari oleh kalangan intelektual muda. Namun, intelektual muda hari ini terbelenggu dalam berbagai kesibukan perkuliahan yang dilandasi cara berpikir pragmatis.

Kebangkitan umat termasuk kalangan intelektual muda adalah  hal  yang ditakuti negara barat. Karena akan mencabut hegemoni mereka terhadap dunia Islam. Oleh karena itu barat menggunakan segala cara untuk mencegah kebangkitan, termasuk menjadikan perempuan (muslimah) sebagai sasaran penghancuran. Mereka menggunakan bahasa feminisme dan gerakan-gerakannya dalam rangka melanjutkan kepentingan kolonialis di seluruh negeri-negeri Islam termasuk Indonesia.

Mereformasi pemikiran dan identitas Muslimah adalah target utama dalam rencana kolonialis untuk menghancurkan dan mencegah pemerintahan Islam. Perempuan adalah pusat keluarga, jantung masyarakat, dan pendidik generasi masa depan. Oleh karena itu, menjerat pikiran dan hati mereka menjadi penting dalam mensetting ulang mentalitas seluruh masyarakat Muslim. Jika mereka bisa menyebabkan muslimah termasuk intelektual muda tidak lagi berharap bahkan menolak Syariah Islam sebagai standar hidupnya maka mereka bisa menciptakan kader gigih melawan nilai-nilai Islam. Dengan demikian secara otomatis mencegah tegaknya Khilafah sekaligus mengokohkan neokolonialisme di dunia Islam. Racun feminisme telah diaruskan secara resmi dengan berdirinya pusat studi wanita/ gender (PSW/PSG) di berbagai kampus di Indonesia. PSWdiadakan oleh perguruan tinggi untuk melakukan kajian dan layanan yang secara khusus dan sistematis difokuskan untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan. Sejumlah 132 PSW berada di kampus-kampus negeri maupun agama.

Sistem pendidikan saat ini adalah sistem pendidikan pragmatis dan pro pasar, dengan penerapan kurikulum pendidikan tinggi berbasis kompetensi kerja (kurikulum KKNI th 2012).  Kurikulum ini ditetapkan pemerintah untuk menyambut pasar bebas MEA 2015 (jalan neoliberalisme di negeri-negeri Islam).  KKNI bertujuan memastikan setiap lulusan termasuk mahasiswi tidak hanya memiliki ilmu. Namun juga ketrampilan kerja yang terstandarisasi.

Kesempitan hidup akibat neokolonialisme ditambah dengan harapan palsu racun feminis dan kepungan sistem pendidikan pro pasar menjadikan pemberdayaan ekonomi seolah-olah menjadi solusi tepat. Intelektual muda semakin menjauhi nilai-nilai Islam karena diangggap tidak menjamin masa depan cerah. Disadari atau tidak racun pemikiran feminisme telah diamini dan melekat dalam profil  mahasiswi muslim secara umum.  Mereka  lebih bangga mengadopsi profil perempuan modern yang sukses karier dibanding peran mulia sebagai al umm wa rabbatul bait. Mereka juga menganggap ketergantungan finansial kepada laki-laki mengakibatkan perempuan menjadi rawan akan kemiskinan dan kekerasan rumah tangga. Tidak hanya itu, para mahasiswi juga menjadi duta genre yang bertujuan  untuk memahamkan  mahasiswa lainnya untuk melangsungkan jenjang pendidikan secara terencana, berkarir secara terencana serta menikah dengan penuh perencanaan, yang hasil akhirnya terwujud keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Target dari program genre sejatinya adalah penundaan pernikahan usia dini dengan sosialisasi kespro dan KB.

Narasi feminisme terkait kesejahteraan sesungguhnya adalah pembohongan publik.  Karena sesungguhnya segiat apapun perempuan bekerja,  yang dia dapatkan hanyalah  remah ekonomi, sementara neokolonialisme merampok besar-besaran kekayaan negeri ini.  Realitasnya feminisme justru menghantarkan mahasiswi dan generasi bangsa ini pada kehancuran masa depan. Akibat kemandirian ekonomi perempuan dan ketidakmampuan negara menyediakan lapangan kerja bagi semua laki-laki usia produktif, angka gugat cerai di Indonesia terus meningkat. Selain itu racun genre dan kespro yang menunda usia pernikahan justru menyuburkan free sex yang akibatnya bisa berujung kepada maut. Meningkatnya angka aborsi dari tahun ke tahun, terlihat dari data BKKBN sekitar 2,3 juta wanita dewasa muda yang melakukan aborsi karena melakukan hubungan seks di luar nikah  (health.kompas.com/19/06/2012)

Kehancuran perempuan dan generasi akibat racun feminisme telah nyata. Jika narasi feminisme dengan pemberdayaan perempuan diranah publik, faktanya tidak berujung membela perempuan dan generasi, maka siapakah yang diuntungkan dari perjuangan feminis ini?. Sesungguhnya Pemerintah Barat telah menggunakan hak-hak perempuan dan idealisme feminis untuk mengejar dan memperpanjang kepentingan penjajahan mereka di kawasan dunia Islam. Hal ini satu paket dengan tujuan sekulerisasi sistem dan pemikiran umat dengan cara mengikis keimanan mereka terhadap Islam, mencegah kebangkitan Islam. Semua hal itu untuk menguatkan pijakan kaki mereka untuk menjajah negeri-negeri Muslim. Karena itu intelektual muda Islam harus mencampakkan dan  membuang pemikiran racun ini ke tong sampah sejarah.

Dalam rangka menyelamatkan  intelektual muda dari racun pemikiran feminisme, sekaligus menegaskan sikap intelektual muda menolak neokolonialisme dan berjuang menegakkan Khilafah, maka Muslimah Hizbut Tahrir menyelenggarakan Kongres Mahasiswi Islam Untuk Peradaban:  Intelektual Muda, Tegakkan Khilafah! Selamatkan Intelektual Muda dari Cengkeraman Neokolonialis-Feminis. Kongres ini akan diadakan di lebih dari 25 kota dari berbagai propinsi di seluruh Indonesia. Dengan menghadirkan para mahasiswi dari berbagai kampus besar di Indonesia. (ali/hti)

Nida Sa'adah, S.E, M.Ak.
Ketua Lajnah Khusus Mahasiswi Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia 2015