-->

Header Menu

HARIAN 60 MENIT | BAROMETER JAWA BARAT
Cari Berita

60Menit.co.id

Advertisement


Warga Bandung Temukan Alat Penghasil Listrik dari Air Garam

60menit.com
Minggu, 27 Maret 2016

Warga Bandung Temukan Alat Penghasil Listrik dari Air Garam

Harboyo Tahar saat ditemui di Kantor Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat, Jalan Soekarno Hatta, Kamis (24/3/2016). Pria yang akrab disapa Pak Boyo ini berhasil menciptakan sebuah energi terbarukan yang mengandalkan air garam.

60MENIT.COM - Masyarakat di Indonesia masih banyak yang belum bisa menikmati aliran listrik, terutama di daerah atau lokasi yang infrastrukturnya belum memadai.

Selain itu, masih ada yang belum bisa menikmati listrik karena tidak mampu membayar tagihannya. Berawal dari sinilah, Harboyo Tahar menciptakan sebuah energi terbarukan yang mengandalkan air garam.

Pria kelahiran Bandung, tahun 1963, ini lebih suka menyebutnya dengan nama "lentari". Namun nama lain dari temuannya ini adalah standalone lighting generator atau SLG.

Bentuknya bulat yang pada bagian atasnya juga terdapat bulatan putih yang sekilas mirip lampu neon bulat.

Lentari ini juga mirip dengan lampu meja setelah menyala. Hanya saja, lentari tidak menggunakan daya listrik untuk menyalakannya, bahkan tanpa input charging.




Lentari ini rekayasa fisika yang merupakan sistem generator reaktif untuk penerangan mandiri, tanpa input charging. Teknologinya dikembangkan dengan dasar fisi energi yang dihasilkan dari rekayasa anoda dan katoda pada sebuah reaktor kecil ditambahkan airgaram sebagai cairan elektrolit," kata Pak Boyo, panggilan akrabnya, sebelum melakukan presentasi di Kantor Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat, Jalan Soekarno Hatta, Kamis (24/3/2016).

Untuk menyalakan lentari juga sangat mudah, yakni hanya dengan cara memasukkan airgaram ke dalam reaktor, lalu dikocok dan airgaram tersebut kemudian dibuang. Lentera akan menyala layaknya sebuah lampu.

Daya energi yang dipancarkan bisa menerangi ruangan ukuran 3x3 meter selama 20 jam. Meski digunakan berjam-jam, lentari tidak akan panas. Lentari juga aman dan ramah lingkungan.

"Limbah pasti ada, limbah B1 dari lentera ini aman dan ramah lingkungan," kata lelaki yang sempat mengenyam pendidikan di Geodesi Itenas Bandung ini meski tidak sampai menamatkan kuliahnya.

Lentari yang dibuatnya, kata Boyo, kebanyakan masih bentuk kecil seperti lentera. Namun bisa dibuat dengan daya energi lebih besar seperti lampu penerangan jalan umum atau PJU mini yang ia ciptakan dengan konsep dan bahan yang sama. Dimensi SLG, katanya, dapat disesuikan dengan kebutuhan.

Ia yakin karyanya bisa dimanfaatkan maksimal, terutama bagi daerah-daerah yang masih sulit terjangkau aliran listrik. Dengan bahan material melimpah, dan di saat pemerintah sedang gencar melalukan upaya energi terbarukan, SLG atau lentari bisa menjadi salah satu emegi terbarukan yang bisa dimanfaatkan masyarakat luas.

"Niat saya juga bukan untuk bisnis. Saya buat ini karena dulu ada warung bala-bala, enggak ada lampu karena listriknya mati. Anaknya enggak bisa mengaji, dari sana saya ada dendam ke diri sendiri, kenapa enggak ada listrik pengganti. Kenapa harus selalu mengandalkan PLN," kata ayah dua anak ini.

Alasan untuk kebutuhan masyarakat luas ini jugalah ia memutuskan memberikan presentasi di dinas ESDM Jabar. Meski investor sudah banyak yang tertarik pada karyanya, ia memilih karyanya bisa dimanfaatkan negara dengan sebaik-baiknya.

"Saya orang Jawa Barat, saya ingin karya saya bermanfaat. Tapi saya tidak tahu, apakah pemerintah akan mengapresiasi atau mendukung karya saya," kata lelaki yang di kampungnya kerap disebut "ilmuwan kampung" ini.

Selain lentari, lelaki yang memiliki laboratorium sendiri di rumahnya ini juga sudah membuat sejumlah karya. Ada beberapa karyanya yang juga sudah dimanfaatkan nelayan di Cirebon, yakni konversi solar campur air dan aplikasi hidrogen pengganti kompor.

Ada satu lagi karyanya yang kerap dipertanyakan orang yang sudah melihatnya, yakni "personal helly", sebuah helikopter kecil yang bisa dinaiki oleh satu penumpang.

"Banyak yang nggak percaya. Orang yang sudah lihat juga merasa aneh. Tapi bisa dilihat di rumah saya. Ini mah memang rencananya untuk penyemprotan pestisida buat tanaman atau ladang. Bukan untuk komersial," katanya.

Di lokasi yang sama General Manager Pokja Mayapada Energi, Deva Dirgantara, mengatakan, ia bersama-sama Boyo membuat kelompok kecil peneliti dengan basis home laboratory dengan semangat energi terbarukan.

SLG karya Pak Boyo, menurutnya, bukan sebuah klaim keberhasilan tapi dipandangnya sebagai sebuah karya anak bangsa yang bisa dikembangkan bersama dengan serius.

"Kalau serius, Indonesia bisa memiliki pembangkit listrik sekelas mini power plan yang bisa ditempatkan sampai pelosok negeri," katanya.

Hal serupa diungkapkan Managing Operation Pokja Mayapada Energi, Rendra Chaerudin. Ia menilai saatnya bangsa ini mengubah paradigma dari berpikir praktis menjadi paradigma berpikir proses.

"Kita harus melihat alternatif energi seperti power plan yang tidak harus ber-output besar, kecil saja, dengan teknologi tepat guna tapi tersebar merata," katanya. (ZHO)


.