-->

Header Menu

HARIAN 60 MENIT | BAROMETER JAWA BARAT
Cari Berita

60Menit.co.id

Advertisement


Subsidi Parpol Meroket, Subsidi Untuk Rakyat di Delete

60menit.com
Kamis, 11 Januari 2018

Gigih Guntoro
Direktur Eksekutif Indonesian Club

JAKARTA, 60MENIT.COM - Diterbitkan Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintahan Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik adalah langkah berani Pemerintahan yang cenderung politis demi kepentingan 2019 yang justru telah menambah beban defisit APBN, dan tentunya mencederai asas keadilan bagi rakyat.

Praktis jika terjadinya defisit APBN maka untuk mengejar percepatan pembangunan infrastruktur tentu dari hutang lagi. PP tersebut juga telah melegitimasi negara dalam memberikan kenaikan subsidi ataupun BLT kepada Parpol.

Sungguh ironis, ditengah kenaikan subsidi Parpol yang mencapai Rp.1000 per suara dengan  total kenaikan dana Parpol mencapai Rp. 111,5 Milyar per tahun dari 13,42 Milyar menjadi Rp.124,92 Milyar per tahun untuk membiayai 12 Parpol Peserta Pemilu 2014.

Seolah dengan kenaikan subsidi Parpol telah memberikan oase kekeringan keuangan yang selama ini menjadi beban Parpol menjelang Pemilu 2019. Sementara disisi lain, Pemerintahan justru melakukan pengurangan subsidi kepada rakyat seperti TDL, BBM, sektor pertanian ( Bibit, Pupuk, dll) dan tambahan beban kesulitan ekonomi lainnya yang menjadikan rakyat masih dalam kubangan kemiskinan.

Landasan diterbitkan PP ini adalah dalam rangka untuk mengurangi angka korupsi yang selama ini diproduksi oleh parpol. Dan kenaikan subsidi parpol dapat digunakan untuk melakukan pendidikan politik bagi anggota partai dan masyarakat dan untuk biaya operasional sekretariatan parpol.

Namun, prakteknya akan jauh api dari panggang ketika akar persoalan pada system politik liberal dengan biaya politik tinggi masih berlangsung ( Pemilu Langsung dan Pilkada Langsung). Bukankah dalam politik liberal tidak ada yang gratis, dan bukan rahasia umum lagi untuk menjadi anggota DPR dan ataupun kepala daerah bisa menghabiskan dana puluhan milyar.

Tidak heran jika perilaku kader-kader Parpol akan cenderung korup. Dalam catatan kami bahwa sepanjang 2017 sudah ada 7 kepala daerah lebih dan puluhan anggota Dewan (DPR/DPRD) yang terciduk KPK karena terlibat korupsi. Inilah titik nadir praktek korupsi yang terus diproduksi lembaga politik _ DPR dan Parpol. Tidak heran jika DPR dan Partai politik menjadi pilar praktek korupsi.

Subsidi dana Parpol melalui PP tersebut merupakan amanah UU No.2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.  Namun keberadaannya belum berfungsi secara optimal dalam melakukan pendidikan politik sehingga berpengaruh terhadap munculnya gerakan de-parpolisasi.

Sekali lagi adalah tidak ada transparansi dan buruknya tata kelola di internal parpol juga telah memberikan kontribusi terhadap terjadinya korupsi. Selama ini belum ada pemberitaan laporan keuangan parpol yang dipublikasi kepada publik.

Maka dengan penerapan transparansi maka sumber-sumber keuangan Partai Politik mulai dari yang kecil hingga yang besar, dari sumber gelap dan terang akan bisa terkontrol dan dapat ditelusuri sehingga public trust dengan sendirinya akan terjadi.

Maka tanggungjawab parpol yang sudah mendapatkan kenaikan dana parpol sebesar Rp.1000 per suara adalah dengan melakukan laporan ke public tentang kinerja dan tentunya tata kelola keuangan partai secara transparan, akuntabel dan periodic. Jika Parpol tidak menjalankan fungsi-fungsinya maka, rakyat akan melakukan punishment pada Pemilu 2019.

Sekali lagi, jika tak ada penataan ulang sistem politik yang sangat liberal, sarat korupsi, maka subsidi untuk Parpol tersebut tidak lebih dari legalisasi perampokan terhadap anggaran negara, tak lebih dari upaya para politisi perampok menggunakan uang negara untuk meraih jabatan politik, lalu dengan jabatan tersebut mereka kembali merampok. (**)