-->

Header Menu

HARIAN 60 MENIT | BAROMETER JAWA BARAT
Cari Berita

60Menit.co.id

Advertisement


"Terkubur' Resahkan Politik Salaman

60menit.com
Rabu, 07 November 2018

Partai yang selama ini sukses mendapat 'kaveling' di Senayan terancam tak lolos Pileg 2019. Apa strategi mereka?

JAKARTA, 60MENIT.COM - (07-11-1018) Angka 4 persen sebagai ambang batas parlemen (parliamentary threshold) bagi partai politik yang bertarung di Pemilu Legislatif 2019 kini menjadi momok. Sejumlah partai terancam tidak bisa melenggang ke gedung Dewan Perwakilan Rakyat.
Hal ini terekam dalam hasil survei yang dilakukan Litbang Kompas dan Populi Center beberapa waktu lalu. Dari hasil kedua lembaga survei tersebut, beberapa partai yang selama ini langganan masuk ke DPR terancam tidak lolos.
Hal ini terekam dalam hasil survei yang dilakukan Litbang Kompas dan Populi Center beberapa waktu lalu. Dari hasil kedua lembaga survei tersebut, beberapa partai yang selama ini langganan masuk ke DPR terancam tidak lolos.
Survei Litbang Kompas yang dilakukan 24 September-5 Oktober 2018 menyebut Partai Nasional Demokrat hanya meraih 3,6 persen, Partai Keadilan Sejahtera 3,3 persen, Partai Persatuan Pembangunan 3,2 persen, Partai Amanat Nasional 2,3 persen, dan Perindo 1,5 persen.

Pertemuan KPU dengan parpol soal alat peraga kampanye.
Dalam istilah Pak Jokowi, politik salaman kepada berbagai elemen masyarakat di tiap dapil (daerah pemilihan).'
Survei itu dilakukan terhadap 1.200 responden yang dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 34 provinsi. Survei menggunakan metode ini dengan tingkat kepercayaan 95 persen dan margin of error 2,8 persen.
Selain lima parpol yang terancam buntung, masih ada lima parpol lain yang diprediksi tidak mampu menembus ambang batas parlemen, yakni Partai Hanura yang hanya meraih 1 persen, Partai Bulan Bintang (0,4 persen), Partai Solidaritas Indonesia (0,4 persen), Partai Berkarya (0,4 persen), Partai Garuda (0,3 persen), dan PKPI (0,1 persen).
Praktis, jika dilihat dari hasil survei Litbang Kompas, hanya lima partai yang mungkin bisa melenggang ke Senayan, yakni PDI Perjuangan (29,9 persen), Partai Gerakan Indonesia Raya (16 persen), Partai Kebangkitan Bangsa (6,3 persen), Partai Golkar (6,2 persen), serta Partai Demokrat (4,8 persen).
Selain Litbang Kompas, lembaga survei Populi Center juga mempublikasikan suveinya terkait Pileg 2019 pada 24 Oktober 2018 lalu. Hasilnya tidak jauh berbeda. Hanya lima parpol yang elektabilitasnya diprediksi mampu melewati ambang batas parlemen, yaitu PDI Perjuangan (25 persen), Gerindra (11,8 persen), PKB (10,3 persen), Partai Golkar (10,2 persen), dan NasDem ( 4,2 persen).
Sementara itu, parpol lain yang elektabilitasnya tak sampai 4 persen adalah Partai Demokrat (3 persen), PKS (3 persen), PPP (2,7 persen), PAN (1,6 persen), dan Hanura (1 persen).

Sekjen PPP Arsul Sani
Foto : Net
Bukan itu saja. Populi Center mencatat ada sejumlah parpol yang masuk kategori 'parnoko' alias partai nol koma, yakni Perindo (0,8 persen), Garuda (0,5 persen), PSI (0,3 persen), PBB (0,2 persen), Berkarya (0,1 persen), dan PKPI (0,0 persen).
Yang mengejutkan dari hasil dua lembaga survei tersebut, tiga partai yang selama ini langganan masuk DPR, yakni PAN, PPP, dan PKS, justru dinilai bakal gagal masuk Senayan. Padahal ketiga partai tersebut dikenal mempunyai basis massa yang lumayan, yakni massa Islam.
Terkait hasil tersebut, Sekjen PPP Arsul Sani mengaku tidak khawatir. Alasannya, sejak Pemilu 1999, hasil riil yang diperoleh partai berlambang Ka'bah itu selalu melompat 2,5 persen dari prediksi survei. "Pada Pemilu 2014, survei paling tinggi PPP hanya di kisaran 2,4 persen, tapi hasil riilnya ternyata 6,53 persen. Jadi hasil survei Populi Center malah menunjukkan kenaikan hasil survei sekarang dibanding sebelum Pemilu 2014," kata Arsul kepada detikX.
Arsul mengklaim, berdasarkan survei internal yang dilakukan partai pimpinan Romahurmuziy itu, perolehan suara secara nasional malah akan lebih baik daripada Pemilu 2014. Sementara pada Pemilu 2014 berada di posisi kesembilan, pada Pemilu 2019 Arsul optimistis partainya bisa menduduki posisi ketujuh.
Untuk meraih keyakinan tersebut, Arsul menyebut ada dua cara yang akan dilakukan, yakni mengintensifkan tampilan PPP di berbagai media elektronik, cetak, dan medsos, yakni serangan 'udara'. Sedangkan serangan 'darat' dilakukan secara masif dan intensif lewat kerja-kerja dengan strategi canvassing. "Dalam istilah Pak Jokowi, politik salaman kepada berbagai elemen masyarakat di tiap dapil (daerah pemilihan)," tutur Arsul.
Dengan digelarnya pileg berbarengan dengan pilpres, para caleg PPP pun berupaya mengelaborasi dengan kepentingan pilpres. Misalnya, sebagai pendukung pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin, para caleg memuat baliho atau stiker capres berdampingan dengan caleg bersangkutan.

Wasekjen PAN Saleh Partaonan Daulay
Foto : Net
Hal senada dikatakan politikus PPP lainnya, Arwani Thomafi. Menurutnya, survei yang belum lama ini dirilis menunjukkan hasil yang tidak sama. Hal ini menunjukkan hasil survei itu di lapangan masih akan terus berubah menjelang pencoblosan. "Dari beberapa kali pemilu sebelumnya, PPP sering dinyatakan dalam survei tidak lolos PT (parliamentary threshold). Tapi hasil yang diperoleh jauh di atas angka survei itu," jelas Arwani.
Meski begitu, kata Arwani, survei Litbang Kompas dan Populi Center akan menjadi bahan penting bagi PPP untuk terus bergerak mendekat dan menyapa masyarakat di bawah.
Selain politikus PPP, politikus PAN juga menampik anggapan bahwa partainya bakal gagal ke Senayan. "Ini bukan hanya sekali partai kami diprediksi tidak lolos. Bahkan pada Pemilu 2009 PAN di survei dibikin cuma dapat 1,8 persen. Nyatanya, kita dapat 6,1 persen. Waktu 2014, katanya kita dapat 2,5 persen, nyatanya kita dapat 7,5 persen," ungkap Wasekjen PAN Saleh Partaonan Daulay kepada Awak Media
Dengan prediksi survei yang menyebut PAN hanya mendapat 2,3 persen, kata Saleh, ada kemungkinan pada Pemilu 2019 partainya bisa memperoleh 12 persen. Saleh pun balik mengkritisi sejumlah lembaga yang selalu meleset dalam melakukan survei terkait Pileg. "Menurut kami, itu sangat merugikan partai-partai yang disurvei karena itu menggiring opini masyarakat seolah-olah partai kita nggak lolos. Itu sangat merugikan, padahal nyata-nyata nggak begitu," ujar Saleh.
Soal pileg yang digelar berbarengan dengan pilpres, hal itu dianggap belum bisa dipastikan pengaruhnya terhadap pileg, sekalipun pengaruh perolehan suara akan terjadi pada parpol yang mengusung kadernya sendiri di pilpres. "Masing-masing partai kan punya strategi sendiri untuk menjual caleg-calegnya. Jadi, dengan mendukung Prabowo-Sandiaga Uno, kita optimistis tidak akan mempengaruhi suara partai," ujar Saleh.

Kotak suara pemilu 2019 tiba di Pasuruan, Jawa Timur. Pemilu bakal menentukan partai yang lolos ke Senayan dan yang gagal.
Foto : Net
Ditambahkan Saleh, secara tradisi, caleg-caleg PAN lebih kuat dibanding nama partai. Meski dalam sejumlah survei PAN dianggap tidak lolos, karena kerja keras caleg, hasil perolehan suara PAN jauh melesat dari hasil survei sebelumnya.
Meski begitu, Saleh menganggap Pemilu 2019 yang digelar serentak dengan pilpres jauh lebih berat dibanding pemilu-pemilu sebelumnya. Sebab, saat ini konsentrasi partai dan caleg terpecah antara menjual capres-cawapres dan berjuang meloloskan diri menuju parlemen.
Bagaimana PKS? Wakil Ketua Dewa Syuro PKS Hidayat Nur Wahid bilang, bila melihat survei Kompas, partai-partai masih punya peluang besar masuk Senayan. Dan survei lembaga lain masih menunjukkan PKS berpotensi meraih suara lebih dari 4 persen. Saat ini PKS juga mendapat dukungan lebih luas dari publik.
"Periode inilah kami mendapat dukungan dari publik yang sangat luar biasa. Dari GNPF Ulama mereka beri dukungan, dari tokoh masyarakat, dan itu membuat kami lebih bersemangat lagi," kata Hidayat. (*)