-->

Header Menu

HARIAN 60 MENIT | BAROMETER JAWA BARAT
Cari Berita

60Menit.co.id

Advertisement


Terbitnya UU Minerba Baru, WASINDO Minta Kementerian ESDM Perketat Pengawasan Di Sultra

60menit.com
Senin, 29 Juni 2020

60menit.com - Drs. Tommy Tiranda

60MENIT.COM, Jakarta | Bisnis tambang memang menjanjikan karena hasil yang diperoleh berupa income atau pendapatan menggiurkan. Hitungannya pun pada saat transaksi dalam nilai dollar. Sehingga jangan kaget jika bisnis tambang ini mengundang animo banyak pihak untuk terjun di dalamnya. Saking menterengnya bisnis ini banyak unsur terlibat jadi pengurus.

Sebagai contoh, bisnis tambang khusus nikel atau bijih nikel (ore). Di Indonesia, ada beberapa daerah dimana terdapat tambang nikel. Seperti di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan beberapa kabupaten yang ada. Diantaranya, kabupaten Konawe, Konawe Utara, Konawe Selatan, Kolaka, Kolaka Utara dan lainnya.

Namun dari pantauan awak media ini di lapangan, di sejumlah tempat di Sultra terdapat kegiatan illegal mining yang diduga dilakukan beberapa perusahaan tambang dengan status IUP (Izin Usaha Pertambangan) tidak jelas. Bagaimana tidak, IUPnya sudah usang dan ditimpa regulasi yang baru. Terkini, UU Minerba No. 3 tahun 2020 tentang Perubahan UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

IUP usang maksudnya karena masih berdasarkan SK Bupati setempat. Sementara kewenangan mengeluarkan izin tambang seperti IUP sekarang ini berada pada pemerintah pusat. Minimal Pemprov, itupun jika ada pendelegasian dari pemerintah pusat. Banyaknya perusahaan ber-IUP dengan SK Bupati masih bertebaran di Sultra. Umumnya perusahaan tersebut masih menambang. 

Contohnya di Konawe Utara, tepatnya di Marombo. Ada sejumlah perusahaan menambang di sana. Sebut misalnya PT Masempo Dalle yang mengelola area tambang di dua titik seluas 103,20 dan 201,30 hektar dengan IUP SK Bupati Konawe Utara No. 326 dan 327 tahun 2011. Meskipun Izin tersebut berakhir 23 Agustus 2031 namun karena adanya regulasi baru mulai dari UU No. 4 tahun 2009 hingga perubahannya, UU No. 3 tahun 2020, IUP Masempo Dalle otomatis dinyatakan gugur dan tidak berlaku lagi.

Namun demikian, dalam perkembangannya hingga sekarang, perusahaan milik AT ini masih melakukan aktivitas penambangan di Marombo. Modus yang dilakukan dengan memberi SPK kepada pihak lain sebagai pelaksana di lapangan alias kontraktor mining. Selain Masempo Dalle, beberapa perusahaan lain juga diduga turut melakukan tambang liar di Marombo. Begitu pula di lokasi lain yang tak jauh dari Marombo dikelola PT Bososi Pratama yang kini berkasus. 

Meskipun bermasalah, lokasi Bososi tersebut dikabarkan mulai dibuka kembali. Pengelolaannya masih atas nama PT Bososi Pratama milik Andi Uci Abdul Hakim. Konon yang akan melanjutkan adalah seorang mitra buyer di Kendari bernama Resandi Yusuf. Pola pengerjaannya tetap menggunakan bendera Bososi. Dikonfirmasi via handphone, Resandi mengaku pihaknya yang akan melanjutkan. “Iya saya mau kerja di lokasi Bososi dengan tetap memakai nama Bososi Pratama. Sudah dibolehkan masuk menambang tapi hanya untuk penambang lokal yang ada di lokasi,” ujar Resandi.

Ditanya apakah ia mengetahui kalau Bososi saat ini dalam masalah hukum, Resandi tidak menampik. “Sambil kasusnya diproses secara hukum, sudah dibolehkan, diizinkan masuk pak,” tuturnya. Namun ketika dicecar pertanyaan pihak mana yang mengizinkan menambang di area Bososi, Resandi menjawab Dinas Pertambangan Provinsi Sultra. “Ada suratnya, sudah dicabut dinas pertambangan provinsi larangannya pak.  Maksudnya sudah dibolehkan menambang,” kilahnya tanpa menunjukkan bukti surat tersebut.

Untuk diketahui, luas areal tambang yang dikelola PT Bososi sebesar 1.850,00 hektar dengan IUP berdasarkan SK Bupati Konawe Utara No. 199 tahun 2011. Izin tambang ini sebenarnya berakhir 6 Juni 2031 namun karena adanya aturan baru maka izin tersebut tidak berlaku. Kondisi yang sama juga terjadi di Kolaka Utara dan Kolaka serta lainnya. Diantara pemegang IUP juga masih ada yang tidak mematuhi syarat seperti kewajiban memiliki kantor di Sultra dan memasukkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2020.

”Dari total 393 IUP yang terdaftar di Dinas ESDM Sultra, baru sekitar 77 IUP yang memasukan dokumen RKAB. Artinya masih banyak yang belum menyerahkan RKAB atau sekitar 316 IUP,” ujar Dr Buhardiman, Plt Kadis ESDM Sultra. Masih banyak pemegang IUP, katanya, yang tidak taat aturan. Belum semua perusahaan tambang menyerahkan RKAB 2020.

Ironisnya, pungutan pajak untuk pendapatan negara dari sektor tambang dengan IUP bermasalah, praktis menemui kendala. “Ini tidak boleh terjadi karena merugikan negara. Jangan sampai ada pihak yang menambang dengan IUP yang tidak berlaku lagi. Ditambah tidak membayar pajak lagi untuk negara. Dan kalau memang IUPnya dianggap sudah tidak berlaku, apa sih susahnya diurus baru. Daripada menambang tanpa IUP resmi kan itu namanya illegal mining, dan ini melanggar hukum pak,” ujar Tommy Tiranda, Direktur Eksekutif Perkumpulan WASINDO (Pengawas Independen Indonesia), saat dihubungi via telepon genggam, Minggu malam (28/6). 

Karena itu, dengan keluarnya Undang-Undang Minerba yang baru, yakni UU No. 3 tahun 2020, WASINDO meminta Kementerian ESDM agar memperketat pengawasan usaha pertambangan di Sulawesi Tenggara. Bila perlu dengan menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Apalagi persoalan ini sudah menyentuh pada urusan pendapatan negara. Negara tidak boleh dikorbankan hanya karena kepentingan perorangan atau kelompok tertentu. Bayangkan kalau terjadi pengemplangan pajak wah itu harus dilawan, tidak boleh diberi ruang. Karena jujur, mungkin saja pemegang IUP yang lama itu enggan perbaharui IUPnya karena terkendala soal kewajiban membayar pajak untuk negara yang mereka harus bayar. Nilainya mungkin sudah puluhan hingga ratusan miliar,” tandas Tommy. 

(anto)