-->

Header Menu

HARIAN 60 MENIT | BAROMETER JAWA BARAT
Cari Berita

60Menit.co.id

Advertisement


Budaya Bandoeng Baheula Asyiknya Ngabuburit, Hingga Tak Ingat Waktu

60menit.com
Rabu, 15 Mei 2019


Ngabuburit Main Lodong
____________________________________

BANDUNG, 60MENIT.COM - Rabu (15-05-2019) Wargi Bandung yang saat ini sudah menikah atau berusia 30-40 tahunan pasti mengalami masa liburan panjang Sekolah Dasar (SD) sebulan penuh saat Ramadan.

Pada masa 1990an, liburan sekolah siswa SD bisa mencapai 30 hari, karena selain bertepatan dengan Ramadan juga biasanya bertepatan dengan masa kelulusan anak kelas 6 yang akan melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Di era itu, Kota Bandung masih adem dan belum begitu banyak tempat pelesir seperti mal atau wahana permainan anak apalagi gadget.

Kebanyakan anak anak di zaman itu banyak menghabiskan liburan di lingkungan sekitar komplek atau rumahnya dengan bermain bersama anak tetangga yang tidak mudik ke handai taulannya.

Para wargi masih ingat apa yang dilakukan saat itu? Jika lupa, Humas Bandung coba sedikit mengingatkannya. Berikut sejumlah permainan zaman baleuha yang kerap mengisi masa liburan saat itu:

Lodong :
Lodong mempunyai arti batang bambu besar yang berongga tetapi di interpretasikan meriam dalam bahasa Indonesia.

Permainan meriam bambu ini terinspirasi dari senjata yang dipakai oleh bangsa Portugis saat berupaya menduduki wilayah nusantara pada abad ke-6. Meriam adalah sebuah senjata modern yang dimiliki oleh bangsa portugis. Pada masa itu kehadiran meriam bagi orang-orang pribumi menjadi perhatian mereka.

Permainan tradisional lodong ini berbahan dasar dari pohon bambu yang dilubangi untuk menempatkan karbit. Karbit yang akan mengeluarkan gas bila direndam air digunakan sebagai bahan bakar permainan tradisional lodong.

Saat gas dalam lodong telah terisi, maka disulutlah lubang kecil yang berada di bagian atas belakang bambu lain dan akan mengakibatkan suara yang nyaring dan keras menyerupai suara meriam.

Lodong sudah jarang dimainkan masyarakat, karena saat ini sudah tak banyak lapangan yang luas. Sehingga jika dimainkan di lahan yang sempit bisa mengganggu ketenangan warga.

Ngaladog :
Ngaladog artinya berpetualang. Pada dasarnya ngaladog adalah berjalan berbarengan tanpa tujuan sambil menunggu waktu berbuka.

Meski tanpa tujuan, kaulinan ini biasanya mencari lokasi-lokasi yang banyak gang atau jalan kecil. Kadang juga mencari persawahan atau kebun-kebun yang banyak pohon dengan buah yang bisa dipetik seperti mangga, kersen atau deme/duwet untuk dijadikan makanan tajil bila saat berbuka tiba.

Saat ngaladog di persawahan, anak-anak akan ngurek atau mencari belut hanya dengan menggunakan tangan. Kadang juga akan mencari keuyeup atau kepiting sawah untuk dipelihara dalam kaleng, keler atau toples gelas nanti di rumah.

Anak zaman sekarang lebih suka menghabiskan waktu di dalam rumah. Mulai dari sekedar menonton televisi hingga bermain gim lewat gadget.

Ngala kasir atau jangkrik
Beberapa tahun lalu, mencari kasir atau jangkrik tanah adalah kegiatan yang sangat menarik.

Dahulu ngala jangkrik kasir dan jangkrik kalung merupakan kaulinan anak-anak saat ngabuburit/menunggu bedug tiba di Kota Bandung.

Biasanya untuk mencari jangkrik tersebut anak-anak membawa pacul atau golok untuk menggali tanah sarang jangkrik tersebut. Untuk wadahnya mereka akan membawa bekas kaleng biskuit yang telah diisi dengan daun pandan kering atau daun ilalang kering.

Untuk lokasi memang ngala jangkrik memang punya khas di daerah pemakaman atau di tanah lapang yang agak berbukit dan rimbun karena biasanya jangkrik hidup secara berkoloni.

Jangkrik kasir tersebut biasanya hanya diburu sebagai peliharaan atau kadang untuk dijadikan umpan ikan di akuarium. Sedangkan jangkrik kalung yang bunyinya kencang biasanya dipelihara untuk diadu atau ditukar dengan jangkrik lainnya dengan sesama teman.

Gatrik :
Kaulinan lapangan ada beragam macam, salah satunya gatrik. Gatrik adalah permainan mirip kricket (jenis olah raga asal Inggris). Tetapi dalam gatrik, media yang digunakan hanya berupa ranting atau tongkat kayu untuk memukul tongkat yang dilempar oleh lawan.

Permainan ini menggunakan alat dari dua potongan bambu yang satu menyerupai tongkat berukuran kira kira 30 cm dan lainnya berukuran lebih kecil.

Pertama potongan bambu yang kecil ditaruh di antara dua batu lalu dipukul oleh tongkat bambu. Kemudian dilanjutkan dengan memukul bambu kecil tersebut sejauh mungkin.

Pemukul akan terus melakukannya hingga beberapa kali sampai suatu saat pukulannya tidak mengena/luput/meleset dari bambu kecil tersebut.

Setelah gagal, maka orang berikutnya dari kelompok tersebut akan meneruskan. Sampai giliran orang terakhir. Setelah selesai maka kelompok lawan akan memberi hadiah berupa gendongan dengan patokan jarak dari bambu kecil yang terakhir hingga ke batu awal permainan dimulai tadi.

Semakin jauh, maka semakin enak digendong dan kelompok lawan akan makin lelah menggendong.

Nah Wargi Bandung itulah sebagian kaulinan masa kecil di tahun 90an. Kenapa saat ini anak-anak jarang memainkannya? Mungkin karena kita jarang bercerita atau mendengar tentang permainan tersebut.

Yuk pergunakan masa libur Ramadan untuk kembali bermain gatrik, ngala kasir, ngaladog, atau bermian lodong. (Zhove)